Ruwat Bumi Purwahamba Indah, sebuah upacara adat tahunan yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Purwahamba, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal. Tradisi ini bukan sekadar ritual keagamaan atau hiburan rakyat, melainkan wujud nyata dari hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Baca juga : Chelsea evolusi rivalitas club london bara
Baca juga : Vagetoz Identitas Musik Pop Indonesia era 2000
Baca juga : Arsenal fc filosofi derby london rivalitas sejarah
Baca juga : wisata menjelajahi garut swiss van java
Baca juga :Luthfianisa Putri Karlina kabupaten garut
Baca juga :Misteri Garut wisata mistis tanah priangan
Baca juga :Dodol garut kuliner manis tanah priangan
Baca juga :Domba garut harmoi dalam jiwa garden lifestyle
Ruwat Bumi dilaksanakan di kawasan Pantai Purwahamba Indah (Pur’in) — objek wisata laut kebanggaan Kabupaten Tegal yang terletak di jalur Pantura, sekitar 14 kilometer dari pusat Kota Tegal. Tradisi ini setiap tahun berhasil menarik perhatian ribuan pengunjung lokal maupun wisatawan luar daerah karena memadukan unsur religi, budaya, dan pariwisata dalam satu perayaan besar
Asal-Usul dan Makna Filosofis Ruwat Bumi
Secara etimologis, kata ruwat berasal dari bahasa Jawa yang berarti “membersihkan” atau “melepaskan dari pengaruh buruk”. Sedangkan bumi merujuk pada tanah atau alam tempat manusia hidup dan menggantungkan kehidupan. Dengan demikian, Ruwat Bumi dapat dimaknai sebagai upacara penyucian dan rasa syukur terhadap bumi dan seluruh hasil alam yang diberikan Tuhan.
Tradisi ini berakar dari sistem kepercayaan masyarakat agraris pesisir yang sejak dahulu hidup bergantung pada laut, ladang, dan hasil bumi. Melalui ritual Ruwat Bumi, masyarakat berharap memperoleh keberkahan, keselamatan, dan dijauhkan dari berbagai bencana, seperti badai laut, gagal panen, atau wabah penyakit. Selain itu, upacara ini juga menjadi simbol sedekah bumi — wujud rasa terima kasih atas hasil laut dan hasil tani yang melimpah sepanjang tahun.
Dalam konteks masyarakat Purwahamba, tradisi ini juga diyakini sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur desa yang pertama kali membuka kawasan Purwahamba dan menjadikan wilayah tersebut sebagai pusat kehidupan pesisir. Dalam berbagai sambutan resmi, para sesepuh sering menekankan pentingnya melestarikan nilai-nilai “nguri-uri kabudayan” (memelihara budaya) agar tidak hilang ditelan zaman modernisasi.
Sejak kapan tradisi ini ada?

http://www.leclosmargot.com
Tidak ada catatan tertulis pasti, tetapi menurut arsip Dinas Pariwisata dan sesepuh desa, Ruwat Bumi di Purwahamba sudah dilaksanakan sebelum kawasan pantai dijadikan objek wisata (sejak sebelum tahun 1978).
Awalnya, ritual ini dilakukan secara sederhana oleh para nelayan dan petani setempat sebagai sedekah bumi. Setelah Purwahamba dikembangkan menjadi objek wisata “Purwahamba Indah” oleh Gubernur Jawa Tengah Suparjo Rustam pada tahun 1978, tradisi ini berkembang menjadi perayaan besar tahunan yang menggabungkan unsur adat, religi, dan pariwisata.
Tradisi Ruwat Bumi sendiri telah ada jauh sebelum kawasan ini dijadikan objek wisata. Upacara adat ini kemudian diintegrasikan menjadi agenda rutin pemerintah daerah untuk memperkuat pariwisata berbasis budaya. Sejak awal tahun 2000-an, Pemerintah Kabupaten Tegal secara resmi memasukkan Ruwat Bumi Purwahamba Indah ke dalam kalender kegiatan wisata tahunan, bersamaan dengan event budaya lain seperti Grebeg Suro dan Festival Kuliner Tegal.
Rangkaian Acara dan Struktur Ritual
Ruwat Bumi Purwahamba Indah biasanya diselenggarakan setiap bulan Desember atau awal tahun, menyesuaikan kalender agraris dan perayaan akhir tahun. Acara ini berlangsung seharian penuh, bahkan sering diteruskan hingga malam dengan pertunjukan seni tradisional.
Berikut tahapan utama dalam pelaksanaan Ruwat Bumi Purwahamba Indah:
1. Persiapan dan Doa Bersama
Beberapa hari sebelum pelaksanaan, warga desa, perangkat pemerintah, dan pengelola wisata bersama-sama membersihkan kawasan pantai. Kegiatan ini disebut “resik-resik pantai” yang memiliki nilai simbolis: membersihkan alam sebelum upacara penyucian bumi dilakukan.
Pada hari H, acara dibuka dengan doa lintas agama dan pembacaan tahlil bersama untuk mendoakan arwah para leluhur desa Purwahamba. Para tokoh agama dan sesepuh lokal memimpin doa dengan khusyuk, diiringi lantunan doa-doa keselamatan.
2. Kirab Gunungan Hasil Bumi
Tahapan ini merupakan bagian paling sakral sekaligus meriah. Warga membawa gunungan hasil bumi — berupa sayuran, buah, padi, dan hasil laut — yang dihias menyerupai miniatur gunung. Gunungan tersebut diarak dari balai desa menuju pantai, diiringi musik tradisional gamelan dan tari endel Tegalan.
Setiba di pantai, gunungan didoakan dan kemudian dibagikan kepada masyarakat. Prosesi berebut isi gunungan dipercaya membawa berkah dan keselamatan.
3. Larung Sesaji ke Laut
Ritual puncak dilakukan dengan melarung sesaji ke laut. Sesaji berisi tumpeng, bunga, buah, kepala kambing, serta hasil bumi lainnya. Larung sesaji dipimpin oleh juru kunci atau tokoh adat. Tradisi ini melambangkan penyerahan diri kepada Tuhan agar laut tetap bersahabat dan memberi rezeki bagi nelayan.
4. Pentas Seni dan Hiburan Rakyat
Usai prosesi adat, masyarakat disuguhkan berbagai pertunjukan seni budaya, seperti wayang kulit Tegalan, kesenian calung, tari topeng endel, dan festival degan (kelapa muda). Festival ini menampilkan lomba kreasi minuman degan khas Tegal dan menjadi daya tarik wisata kuliner.
Pada malam hari, panggung terbuka di tepi pantai menampilkan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon-lakon bernuansa moral, seperti Semar Mbangun Desa atau Pandawa Ruwat Jagad. Acara ditutup dengan pesta kembang api sederhana sebagai simbol kegembiraan dan harapan baru.
Nilai-Nilai Sosial dan Budaya

Ruwat Bumi Purwahamba Indah mengandung sejumlah nilai luhur yang menjadi identitas masyarakat Tegal:
- Nilai Religius – Sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas rezeki alam.
- Nilai Sosial – Mengajarkan kebersamaan dan gotong royong; masyarakat dari berbagai lapisan ikut terlibat tanpa membeda-bedakan status sosial.
- Nilai Ekologis – Melalui kegiatan bersih pantai dan larung sesaji, masyarakat diingatkan untuk menjaga kelestarian alam dan laut.
- Nilai Ekonomi dan Pariwisata – Tradisi ini menjadi daya tarik wisata budaya yang berdampak langsung pada perekonomian warga sekitar.
- Nilai Edukasi Budaya – Generasi muda diajak untuk mengenal akar budaya dan sejarah daerahnya sendiri melalui kegiatan yang menyenangkan dan sarat makna.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah Kabupaten Tegal melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan memegang peran penting dalam menjaga kontinuitas tradisi ini. Dukungan berupa pendanaan, promosi media, dan penataan kawasan wisata menjadi faktor keberlanjutan kegiatan. Di sisi lain, masyarakat Desa Purwahamba berperan sebagai pelaku utama. Mereka menjaga keaslian nilai adat, mengatur ritual, dan memastikan prosesi berlangsung sesuai pakem tradisi.
Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat ini menjadikan Ruwat Bumi bukan hanya seremoni formal, tetapi juga model integrasi antara tradisi dan pariwisata berkelanjutan. Dalam beberapa tahun terakhir, acara ini bahkan disertai pameran UMKM, bazar kuliner, dan lomba fotografi budaya yang melibatkan generasi muda.
Tantangan dalam Pelestarian Tradisi

Meskipun terus dilestarikan, Ruwat Bumi Purwahamba Indah menghadapi sejumlah tantangan:
- Modernisasi dan Globalisasi Budaya – Banyak anak muda yang lebih mengenal budaya populer dibandingkan tradisi lokal, menyebabkan penurunan minat terhadap kesenian tradisional seperti tari endel dan gamelan Tegalan.
- Keterbatasan Dana dan Fasilitas – Sebagian fasilitas wisata Pur’in masih perlu peremajaan agar mendukung penyelenggaraan acara skala besar.
- Kebersihan Lingkungan Pantai – Kegiatan wisata massal sering menyisakan permasalahan sampah yang membutuhkan kesadaran kolektif untuk ditangani.
- Minimnya Dokumentasi Digital – Belum banyak dokumentasi resmi berupa film, buku, atau arsip digital yang merekam detail tradisi ini secara akademis.
Beberapa komunitas budaya lokal, seperti Sanggar Seni Tegalan dan Komunitas Warteg Heritage, mulai aktif mengarsipkan dokumentasi acara untuk pelestarian jangka panjang.
Tradisi Ruwat Bumi Purwahamba Indah bukan hanya ritual adat semata, melainkan refleksi dari cara masyarakat pesisir Tegal menjaga keseimbangan antara spiritualitas, sosial, dan ekologi. Di tengah arus modernisasi yang kian deras, tradisi ini berdiri sebagai pengingat akan pentingnya rasa syukur, solidaritas, dan tanggung jawab terhadap alam.
Pelestarian tradisi semacam ini memerlukan sinergi antara pemerintah, komunitas budaya, pelaku wisata, dan generasi muda agar tidak sekadar menjadi tontonan tahunan, tetapi tetap menjadi warisan hidup yang terus berkembang dan membentuk karakter masyarakat Tegal di masa depan.
Kota dan Kabupaten Tegal dikenal sebagai wilayah yang memiliki kekayaan budaya pesisir yang kuat, hasil perpaduan antara budaya Jawa, Sunda, dan pengaruh pesisir utara.